LO KHENG HONG BERMAIN TIMAH
Minggu lalu kita sudah belajar dari LKH
bagaimana memanfaatkan kasus flu burung untuk menambah kekayaannya. Minggu ini
kita akan belajar bagaimana LKH menentukan saat untuk menjual sahamnya yang
sudah untung. Kita ambil contoh kasus PT. Timah, Tbk (TINS).
LKH membeli saham TINS pada tahun 2002
pada harga sekitar Rp290. Ia membeli 24 juta saham TINS, dan menjadi salah satu
pemegang saham TINS terbesar di luar pemerintah sebagai pemegang saham
mayoritas. LKH menjual saham TINS pada tahun 2004 seharga Rp2.900, meraup cuan
(keuntungan) Rp63 milyar, atau cuan 900 persen dalam waktu 2 tahun.
LKH tertarik membeli saham TINS karena
pada tahun 2002 nilai buku ekuitasnya Rp1,5 trilyun, sedangkan nilai pasar
ekuitasnya (kapitalisasi pasar) pada harga saham Rp290 hanya Rp150 milyar.
Namun laba bersihnya pada tahun 2002 hanya Rp11 milyar, turun dari Rp37 milyar
pada tahun 2011. Salah satu penyebabnya adalah harga timah yang rendah. Ketika
harga timah mulai membaik, kinerja keuangan dan harga saham TINS juga terkerek
naik.
Sebenarnya LKH punya peluang untuk
memperoleh keuntungan lebih fantastis dari TINS jika ia tidak menjual saham
TINS di Rp2.900. Setelah ia jual, harga saham TINS masih naik terus seiring
dengan pertumbuhan harga timah dunia yang luar biasa.
Pada grafik bisa dilihat harga saham TINS
mengalami lonjakan sejak akhir 2006 hingga pertengahan 2008, dimana harga saham
TINS menyentuh Rp38.000. Bisa dibayangkan, seandainya LKH melepas saham TINS
nya pada harga puncak ini, ia bakal meraup keuntungan 12.000 persen dalam waktu
5,5 tahun!
Tentunya ini menjadi pelajaran bagi
investor pemula, bahwa memprediksi titik puncak harga sebuah saham tidaklah
mudah. Investor berpengalaman dan hebat seperti LKH saja bisa “membuat
kesalahan” dengan melepaskan kesempatan emas utnuk meraup cuan gila-gilaan.
Namun, saat LKH “membuat kesalahan”, ia masih untung 900 persen dalam waktu 2
tahun. Sedangkan kebanyakan investor lain jika melakukan kesalahan investasi
biasanya harus melakukan cut loss alias merugi.
Kalau selama ini kita sudah tahu bagaimana
konsep LKH dalam memilih/membeli saham yang salah harga, yakni menggunakan
indikator Price Earnings Ratio (PER) kurang dari 5 kali, bagaimana dengan
konsep menjual saham?
LKH menjelaskan ketika nilai intrinsik
saham yang ia pegang sudah mendekati harga pasarnya, ia mulai mempertimbangkan
untuk melepas saham tersebut. Ketika nilai saham sudah mendekati harganya, cuan
di masa depan dari saham tersebut sudah tidak tinggi.
Lantas bagaimana caranya LKH menghitung
nilai intrinsik sebuah saham? Secara teoritis ada beberapa metoda. Yang banyak
digunakan oleh para analis saham adalah metoda discounted cash flow (DCF).
Analis mencoba memprediksi arus kas yang bisa dihasilkan oleh sebuah perusahaan
bagi investor di masa yang akan datang. Arus kas tersebut kemudian di-nilai
sekarang-kan (present value). Nilai intrinsic saham adalah jumlah dari seluruh nilai
sekarang arus kas tersebut. Metoda ini canggih namun kadang akurasinya kurang
tinggi karena banyak asumsi yang harus dibuat. Misalnya, pertumbuhan penjualan
dan laba bersih, struktur modal, belanja modal, suku bunga.
LKH menggunakan PER untuk memperkirakan
apakah harga sebuah saham sudah mendekati nilai intrinsiknya. “Ketika PER saham
yang saya pegang sudah mendekati 17 kali, saya mempertimbangkan untuk melepas
saham tersebut,” kata LKH. Ia menggunakan angka 17 kali sebagai acuan karena
rata-rata PER saham di Bursa Efek Indonesia yang dianggap wajar adalah 17 kali.
Kadang LKH menggunakan indikator price to book value ratio (PBV atau harga
saham dibagi book value ekuitas saham) sebesar 1 kali. Pendekatan lain yang LKH
gunakan adalah replacement cost, dimana ia bertanya kepada direksi perusahaan,
berapa nilai wajar perusahaan mereka.
Ada satu hal lagi yang bisa membuat LKH
melepas sahamnya yang sudah dalam posisi untung (in the money). “Kalau ada
saham perusahaan bagus jatuh harganya, dan kebetulan saya tidak punya uang
tunai, saya bisa menjual saham saya utnuk membeli saham tersebut,” LKH
menjelaskan. Inilah yang disebut asset allocation (alokasi aset), salah satu
prinsip investasi Warren Buffett, mahaguru LKH.